Wahai kawan seandainya kalian pada posisi yang amat sulit, bagaimana menyelesaikan permasalahatan tersebut   dengan se, yang sendiri pribadi tak seorang pun dapat menyelelsaikan hal tersebut. Bagaimana sulit menghadpai hal tersebut yang pasti tak seorang pun yang dapat mebantu dalam pekerjaan tersebut, apakah hal yang pasti dikerjakan dalam beberapa hal  yang pasti untuk sebuah solusi. Bagaimana seandainya anda dalam posisi ini dengan banyak permasalahan tak satupun seorang yang dapat mebantu anda, betapa…………., kesalnya anda……………, betapa sedihnya anda……………., betapa kalutnya pikiran anda ketika menghadapi polemik kehidupan yang tak kunjung usai. Mau kemana akan lari berserah diri? Kemana diri ini akan berserah diri  untuk mencurahkan kerisauan hati?……………, apakah ke seseorang kekesih, atau sahabat dekat, atau memasrahakan diri kepada Sang Pecipta alam semesta?.

Hanya seseorang bijak yang dapat menyelesaiakan sebuah polemic kehidupan, dengan kebijakannya. Dengan segala kesadran diri seorang akan mengerjakan pekerjaannya dengan tanpa bantuan banyak orang untuk selalu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan baik dan bijak. Bagaimana seorang berprilaku untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, apakah dengan kesabaran, atauapu sebaliknya tentunya? Semua hal tersebut hanya bisa kita jawab dengan berlandaskan konsep-konsep pada diri seseorang sendiri. Dalam pandangan Rosulullah-shalla Allahu ‘alaihi wasallama, memeadang beberapa permasalahan  yaitu sebagai berikut:

Pertama, mendengar secara seksama pendapat orang lain dan tidak menjatuhkan vonis ‘salah’ sebelum mendengar secara utuh.

Ketika Rosulullah mendengar berita Saad secara utuh kemudian mengambil kebijakan untuk mengumpulkan mereka yang terlibat dan mengajak mereka berdialog. Tidak selayaknya seorang pemimpin mengambil langkah tertentu sebelum memahami dengan cermat inti masalah yang ada. Diperlukan verifikasi dan klarifikasi (tabayun). Pemahaman yang keliru pada suatu masalah beraibat kekeliriuan dalam mengambil keputusan.

Kedua, lapang dada

Rasulullah tidak marah ketika mendengar berita negatif tersebut. Bahkan terhadap Saad yang dengan berani datang kepada Beliau menyampaikan bahwa dirinya termasuk bagian yang kecewa dengan kebijakan Nabi-shalla Allahu ‘alaihi wa sallama-itu. Rosul juga tidak meragukan loyalitas mereka dan tidak pernah meremehkan pengorbanan yang pernah mereka berikan. Justru Rosulullah menyebutkan beberapa kontribusi orang-orang Anshar guna mengakat maknawiyah mereka. Bahwa perbedaan dalam pendapat atau keputusan tidaka berarti menghilankan ketsiqohan (kepercayaan) kepada pemimpin, selama masih dalam koridor syari’at.

Ketiga, komitmen pada etika dialog

Dalam dialognya Rasulullah memulai dengan mendudukan persoalan. “Wahai orang-orang Anshar, terdengar olehku sikap kalian…”. Kemudian beliau menyebutkan prestasi dan kontribusi yang telah disumbangkan oleh kaum muslimin warga madinah itu,baru kemudian masuk pada inti dialog, “Silahkan kalian menaggapi pertanyaanku!”

Dialog yang santun dan sejuk ini secara otomatis akan mendapatkan respon yang santun dan sejuk pula. Dimana orang-orang Anshar menjawab, “Strategi Nabi Muhammad-shalla Allahu ‘alaihi wa sallama- yang  terlebih dahulu menyebutkan prestasi-prestasi orang-orang Anshar bertujuan untuk mengikis benih-benih perbedaan pandangan yang ada ./;di hati, baru kemudian menjelaskan persoalan yang sesungguhnya. Sehingga akhir dari dialog iti adalah kami menerima pembagian yang dilakukan oleh Rasulullah-shalla Allahu ‘alaihi wa sallama. Komitmen pada etika dialog akanmempercepat solusi.

Keempat, menyebutkan hal-hal yang disepakati bersama.

 Setelah Nabi Muhammad menyebutkan berbagi karunia Allah dan kontrubusi bagi jurang RasullNya. Hal ini merupakan langkah sistematis yang secara bertahap memepersiapakan hati-hati peserta dialog untuk focus pada solusi, bukan debat yang tak bertepi. Diawali pada hal-hal yang telah disepakati baru kemudian masuk pada tema yang menjadi perbedaan.

Kelima, menyebutkan keutamaan dan prestasi pihak lain tidak melupkannya.

Seandainya Nbi Muhammad mengawali dialog itu itu dengan menyebutkan sisi negative dari masyarakat Ashar tentu akan mempelebar  jurang perbedaan. Ketika perbedaan itu semakin dominan sulit bagi jiwa-jiwa yang kecewa untuk menerima segala tawaran solusi yang diajukan.

Keenam, segera menyelesaikan konflik dan mencari solusi

Menunda  penyelesaian suatu konflik akan membuat semakin rumit persoalan. Setelah mendengar, Nabi-shalla Allahu ‘alaihi wa sallama-segera meminta Saad untuk mengumpulkan kabilah yang terlibat. Langkah cepat dalam menyelesaikan masalah akan mempersempit wilayah masalah dan tidakmenamabah jumlah mereka yang terlibat. Respon cepat akan mampu melokalisir persoalan.

Ketujuh, langkah aktif dan ketebukaan

Langkah Saad bin Ubadah yang berinisiatif menyampaikan masalah itu kepada Rasul menubjukkan kesungguhan beliau untuk mencari solusi. Saad tidak mencari muka dan tidak menjilat. Ketika beliau ditanya tentang posisinya dalam kasus itu, secara jujur mengakui bahwa beliau bagian dari para sahabat yang kecewa. Saad tidak munafik, tidak mengadukan oaring lain sementara oaring lain berlepas diri. Demikianlah antara pemimpin dan bawahan semetinya memiliki semangat yang sama untuk mencari solusi yang tepat. Tak ada keraguan dalam hati bawahan untuk jujur dan terbuka mengatakan apa adanya, dan tak ada ganjalan dalam hati pimpinan untuk lapang dada mendengar pendapat bawahan.

Kasus lain yang dihadapi oleh Rasulullah adalah perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian itu menyisakan persoalan. Banyak para sahabat yang kurang sependapat dengan kebijakan yang diamabil oleh Rasulullah, mengurungkan ibadah umrah dan berdamai dengan orang-orang musyrik[1]. Ada beberapa pelajaran yang berharga yang dapat diambil dari kisah ini yang berhubungan dengan bagaimana Rasulullah-shalla Allahu’alahai wa sallama mengelola konflik.            

          

                  

 


[1]